Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret 17, 2025

Tak Ada Guna Hafal Al Quran dan Hadits Jika ...

  Dulu, bahkan sudah lama sekali, saya berpikir jika saya hafal Al Quran dan Hadits Nabi, tentu iman saya akan semakin pekat. Hati saya akan wushul dengan Tuhan. Akan benar benar merasa terhubung dengan Tuhan. Tuhan akan terasa benar benar hadir di hati ini. Tapi setelah beberapa bulan ini saya mulai banyak hafal terjemahan ayat dalam Al Quran dan juga Hadist, ternyata anggapan saya keliru. Sama sekali itu tidak menjamin secara otomatis rasa iman di hati saya jadi bertambah. Apalagi menjadi rindu dan intim dengan Tuhan. Yang bertambah hanya hafalan saya. Yang bertambah hanya koleksi pengetahuan saya tentang firman Tuhan dan sunnah Nabi. Tak ada bedanya dengan hafal ini itu yang tak ada hubungannya dengan Tuhan dan agama. Hanya sekedar teori. Kebetulan teorinya tentang Tuhan dan agama. Disitu saya menyadari, Iman yang menggetarkan dalam hati, tak ada hubungannya dengan apa yang saya tahu dan saya hafal. Bahkan juga dengan apapun yang saya lakukan. Tapi sangat bergantung pada ...

4 Jenis Tuhan yang Saya Sembah

  Jika saya berbuat sesuatu untuk berharap pengakuan, pujian atau penghargaan dan pertolongan dari orang lain, berarti Tuhan saya adalah manusia atau mahkluk. Tapi jika bukan karena itu, tapi untuk diri saya sendiri, berarti Tuhan saya adalah hawa nafsu saya sendiri. Jika tak satu pun dari keduanya, berarti saya tak sadarkan diri. Tapi jika apapun yang saya lakukan, hanya saya tujukan untuk Tuhan, maka baru Tuhan saya benar benar Tuhan.   Tapi itu yang maha sulit. Jika mudah, tentu semua orang akan beriman dan terhubung dengan Tuhannya.

Maqom Spiritual yang Saya Rindukan: Menjadi Sampah yang tak Berguna

  Ini sesuatu yang paling mewah untuk orang seperti saya hingga saat ini. Yaitu merasa diri hanya sampah yang tak berguna. Sehingga saya tak perlu untuk dihargai apalagi disanjung oleh siapapun. Tak layak untuk merasa tersinggung, apalagi merasa sakit hati ketika disindir, dikritik, dihardik dan dihina oleh siapapun. Tapi itu yang belum saya miliki. Harga diri saya masih tinggi. Buktinya, saya masih sensitif. Masih sering merasa sedih, kecewa, tersinggung dan jengkel pada orang lain secara diam-diam. Ego saya, masih lapar. Diam diam masih berhasrat pada manusia. Masih berharap pada mahkluk. Masih berharap penerimaan dari orang lain. Masih berharap agar orang mengerti saya. Masih berharap agar orang mengakui apa yang saya anut. Dan sejenisnya. Itu yang sangat menjijikkan dari diri saya. Sholat saya, doa doa saya, dan tangis spiritual saya pada Tuhan, terasa percuma gara gara itu. Rasanya sangat memalukan. Iman macam apa ini? Sedang saya sadar, yang berharga, hanya Tuhan. Selai...