Inti dari tauhid adalah, mengesakan Tuhan. Mengesakan apapun
tentang Tuhan. Hanya Tuhan yang Maha Wujud. Hanya Tuhan yang Maha Berkehendak.
Hanya Tuhan yang Maha Berbuat.
Maha Wujud artinya, hanya Tuhan yang Ada. Selain Tuhan
hakikatnya tidak ada. Artinya apapun yang ada di langit dan di bumi, di Barat
dan di Timur, hakikatnya adalah tajali (penampakan) dari keberadaan Tuhan. Alam
dengan segala isinya, mulai dari langit, gunung, sawah, laut, manusia, hewan
dan mahkluk apapun, adalah penampakkan dari wajah Tuhan.
Intinya, ibaratnya semua selain Tuhan, adalah hanya bayang-bayang
Tuhan. Atau cermin Tuhan. Keberadaannya bersifat semu. Tanpa adanya Tuhan,
semua itu tak kan pernah ada. Tuhan adalah sebab segala sesuatu menjadi ada.
Dan segala sesuatu, adalah akibat dari adanya Tuhan. Bukan disebabkan oleh
dirinya sendiri. Itu yang dimaksud dengan Tuhan Maha Berkehendak. Apapun
kenyataan yang terjadi, adalah perujudan dari kehendak Tuhan dibalik layar. Tak ada
yang lepas dari kehendakNya.
Jadi baik adanya segala sesuatu, kemauan segala mahkluk yang berbuat, lengkap dengan hasil perbuatannya, adalah perpanjangan tangan dari keberadaan, keinginan dan perbuatan Tuhan. Meskipun bila dilihat secara zahir, semua itu tampak oleh mata sebagai bukan dari Tuhan, oleh Tuhan dan kembali pada Tuhan. Tapi hakikatnya justru demikian, semuanya tak ada yang bukan dari Tuhan, tak ada yang bukan perbuatan Tuhan dan juga tak ada yang tak kembali pada Tuhan. Semua selainNya, hanya akibat dari Tuhan dan kembali pada Tuhan itu sendiri.
Maka sadar akan hal itulah yang dimaksud dengan beriman sekaligus
menghamba pada Tuhan. Lalu benar benar telah menyaksikan semua itu dengan mata
hati, disebut sebagai telah bersyahadat pada Tuhan. “Aku ini bukanlah aku.
Kehendak ini bukanlah kehendakku. Dan perbuatan ini bukanlah perbuatanku. Tapi
Engkaulah dibalik semua ini. Aku hanya budakMu Tuhan. Robot pasif yang Engkau
buat dan kendalikan sesukaMu. Akulah ketiadaan murni ya Tuhanku.”
Maka selalu sadar dan rela akan kenyataan seperti itu dalam hati, disebut sebagai telah ridho dengan Tuhan. Tak ada lagi penolakan, kritik dan celaan terhadap apa dan siapapun. Karena siapapun tak ada yang bisa menolaknya. Mengingkarinya dalam hati, sama saja dengan bunuh diri secara mental. Sama artinya dengan menyiksa diri. Karena siapapun tak punya pilihan apapun selain hanya patuh pada kenyataan yang menimpanya. Satu-satunya yang bisa dipilih manusia, hanya kesadarannya. Hanya sikap bathinnya. Mau mengakui semua itu dalam hati dengan tulus atau tidak. Mau rela pasrah akan semua itu atau tidak.
Nah sikap bathin seperti itulah yang disebut dengan telah
bersyahadat. Hati terdalam telah bersaksi atas kenyataan seperti itu. Mau
diucapkan secara lafadz atau tidak, bukan jadi soal. Bahkan hanya sekedar
mengucapkan kalimat syahadat secara lisan maupun dalam hati, tapi sikap
bathinnya belum sampai menyadari akan hal itu, belum sampai mengakui akan hal
itu, maka sama artinya dengan belum bersyahadat sama sekali pada Tuhan.
Pengakuan dan penerimaan tanpa kata tanpa suara dalam hati itulah inti dari
syahadat. Dan itulah yang akan dinilai oleh Tuhan. Apakah seorang hamba telah
menyadari itu atau tidak. Jika sudah, itu artinya seorang hamba telah kembali
pada Tuhannya. Tapi jika itu belum disadari, maka itu artinya seorang hamba
buta dan tuli terhadap Tuhan. Tapi jika sudah disadari namun sering lupa, maka
itu disebut lalai pada Tuhan. Sedang jika telah tahu akan hal itu tapi hatinya
menolak kenyataan seperti itu, maka hamba tersebut disebut kafir terhadap
Tuhannya.
Komentar
Posting Komentar