Langsung ke konten utama

Susahnya Menjinakkan Emosi dan Ego (Hawa Nafsu) + Solusi

Yang dimaksud emosi sederhananya adalah luapan perasaan sentimentil. Bisa dalam bentuk sikap sinis, ngambeg, marah, bahkan mengamuk. Sedang yang dimaksud dengan ego adalah, rasa harga diri yang tak bisa ditawar. Begitu sakit rasanya bila harga diri itu disnggung apalagi direndahkan orang. Bahkan meskipun orang tidak sengaja meremehkan kita, tapi karena ego kita tinggi, maka kita sangat sensitif merasa tidak dihargai oleh orang lain. Ujung-ujungnya kita akan bereaksi secara emosional.

Sebenarnya emosi dan ego itu bahan dasarnya sama, yaitu hawa nafsu. Sebuah entitas abstrak yang selalu melekat dalam diri kita, dari lahir sampai kita mati. Ekspresi hawa nafsu itu sangat banyak. Mulai dari rasa iri, dengki, hasut, ambisius, rakus, boros, bersenang-senang, bermegah-megah diri, pamer, bangga diri, mudah tersinggung, marah, dan seterusnya.

Semakin kuat semua itu menguasai diri kita, maka akan semakin dirantai diri kita dari sifat-sifat yang baik. Semakin hati kita dipenjara oleh sifat-sifat buruk. Dan justru semua itulah yang akan membuat hati kita jadi mati. Hati yang mati maksudnya, hati yang terdinding dari kebenaran. Hati yang buta dan tuli terhadap Tuhan.

Tapi mengendalikan semua itu, sangat tidak mudah. Sehebat apapun kita, selalu beberapa unsur emosi itu menguasai diri kita. Bahkan orang yang sudah sengaja menempa kepribadiannya, atau orang yang sudah menempuh jalan iman (hidup di jalan Tuhan) pun, tetap bersusah payah untuk menjinakkannya. Sepandai-pandai Tupai melompat, sesekali dia akan tetap jatuh juga.

Kejatuhan Adam dari Sorga,
Adalah bukti betapa sulitnya mengendalikan emosi atau hawa nafsu itu. Adam mendekat Pohon Khuldi lalu memakan buahnya,  adalah karena godaan hawa nafsunya sendiri. Dia ingin hidup kekal di sorga. Padahal sebelumnya Tuhan sudah wanti-wanti agar dia jangan sampai mendekati Pohon itu. Tapi karena dia begitu bernafsu ingin hidup kekal di Sorga, akhirnya dia terjebak juga melanggar larangan Tuhan.

Begitu juga dengan saya.
Meskipun hampir setahun saya sudah hidup di jalan Tuhan, dimana saya sudah sadar bahwa emosi atau hawa nafsu itu sangat berbahaya, tapi saya tetap masih bersusah payah mengendalikannya. Meskipun secara zahir saya nyaris sudah bisa menahan diri dari sifat-sifat tercela, tapi secara bathin, hati saya diam-diam masih menggerutu dan membenci akan banyak hal pada orang lain. Dan sesekali diluar kendali saya, emosi terpendam itu akhirnya meluber juga keluar. Misalnya saya jadi berlaku sinis dan marah marah pada isteri dan anak saya. Walaupun sesudahnya saya selalu menyesal dan minta ampun pada Tuhan. Begitulah seterusnya. Selalu itu terjadi selang sekian waktu.

Lalu bisakah emosi atau hawa nafsu itu benar benar jinak secara permanen? Dan mampukah manusia mencapai kondisi seperti itu?

Jawabannya tentu saja bisa. Tapi bukan karena kemampuan manusia itu sendiri. Karena hakikatnya manusia tidak punya daya dan kekuatan apapun terhadap dirinya sendiri. Itu hanya bisa terjadi jika manusia ditolong oleh Tuhan.

"Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Yusuf : 53)

Itu bukti,
Bahwa manusia harus selalu merendahkan diri dihadapan Tuhan. Dan selalu menyandarkan harapannya pada Tuhan. Berharap akan kemurahan Tuhan. Karena segala usaha yang dilakukan manusia, meskipun itu untuk kebaikan sekalipun, tetap semua perjuangan itu tidak bisa menjamin. Yang bisa menjamin, akhirnya tetap hanya pertolongan atau restu dari Tuhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Rokok Tidak Membatalkan Puasa karena Tidak Mengenyangkan?

  Rokok memang tidak mengenyangkan. Tapi yang membatalkan puasa, bukan hanya sekedar hal-hal yang mengenyangkan. Banyak hal yang tidak mengenyangkan, juga bisa membatalkan puasa. Contohnya bersetubuh dengan lawan jenis. Dan masih banyak contoh lainnya. Inti dari puasa, secara hakikatnya adalah, menahan hawa nafsu. Apapun bila itu adalah untuk memuaskan hawa nafsu, maka itu bisa membatalkan puasa. Justru itu tujuan utama dari puasa. Latihan menahan hawa nafsu dari imsak sampai waktu berbuka. Bahkan meskipun kita tidak makan dan minum apapun, tapi dalam hati, kita begitu ingin untuk makan atau minum, sambil mengeluh betapa lelahnya menahan diri, sekaligus terbetik keinginan untuk melepaskan selera itu sepuas-puasnya jika waktu berbuka tiba, maka itu hakikinya nafsu kita masih bergojolak. Kebetulan secara syariatnya, puasa kita tetap sah alias tidak batal. Tapi pahala puasanya, menjadi tiada. Itu yang dimaksud dengan yang kita dapatkan selama puasa, hanya sekedar menahan haus da...