Langsung ke konten utama

Jebakan Yang Menipu Para Pemburu Fadhilah Amal

 

Ini adalah jebakan dan derita tersembunyi yang tak disadari para pemburu fadhilah amal. Pemburu khasiat-khasiat dibalik melakukan amal apapun.

Yang dimaksud dengan amal adalah segala perbuatan zahir. Segala tindakan yang dilakukan tubuh. Baik jika itu berupa ibadah formal, maupun kegiatan biasa dalam keseharian. Kebalikan dari amal adalah ahwal, yaitu sikap bathin, niat hati, visi mental dan sejenisnya.

Nah yang terjadi pada para pemburu amal, biasanya mereka melakukan amal, ahwalnya penuh dengan hawa nafsu. Misalnya melakukan sholat, zakat, haji, doa, baca Al Quran dan seterusnya, adalah agar dirinya bisa mendapatkan khasiatnya. Misalnya agar dimudahkan hidupnya oleh Tuhan, agar bisnisnya jadi lancar, agar rezeki jadi bertambah, agar masalah jadi hilang, agar penyakit yang dialami disembuhkan Tuhan, agar terhindar dari neraka dan mendapatkan sorga. Atau lagi agar hati menjadi tenang, nyaman dan bahagia.

Apapun bentuk ibadah formal yang mereka lakukan, biasanya hatinya selalu dipenuhi oleh harapan harapan seperti itu. Dan saya pun sebelum menulis postingan ini, juga termasuk orang yang terjebak dalam kubangan ibadah kalkulator dan proposal hawa nafsu seperti itu. Yaitu ingin mendapatkan rasa nyaman dan kelezatan spiritual saat beribadah.

Akibatnya Tuhan jadi sulit bahkan tidak pernah hadir merasuk didalam hati. Tidak pernah merasa khudur. Hati tidak merasa khusuk, tidak terhubung dan tidak dekat dengan Tuhan. Yang tersingkap dan berlalu lalang dalam hati saat melakukan ibadah apapun, dan juga dalam keseharian, selalu gambaran-gambaran dunia dengan segala isinya. Itu disebabkan karena ahwal diri memang terobsesi dengan dunia. Sebab terobsesi dengan dunia, karena yang bekerja dalam diri adalah hawa nafsu. Itu memang sudah bawaannya hawa nafsu. Seleranya memang itu. Maunya memang apapun yang berbau dunia. Apa saja boleh asal jangan Tuhan.  Yang berselera pada Tuhan, hanya qalbu. Hanya hati terdalam. Hanya roh dalam diri.

Jadi selagi kita disetir oleh hawa nafsu, apapun jenis ibadah yang kita lakukan, mau dengan cara apapun melakukannya, dan apapun bentuk wirid rutinnya, niat hati kita dibalik semua itu akan selalu bocor. Tak kan pernah beranjak dari ambisi ambisi duniawi kita. Tak kan pernah pindah untuk menuju dan hanya untuk Tuhan. Yang kita impikan akan selalu fadhilah atau khasiat-khasiatnya. Kita akan tetap menjadikan ibadah itu sebagai jimat. Sebagai kecap sim salabim untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Bukan untuk menghambakan diri dengan tulus pada Tuhan.

Itulah biasanya yang menyebabkan para pemburu fadhilah amal sering gonta ganti guru atau mursyid, tabib, madrasah, tharikat, majelis ilmu, majelis dzikir, formula wirid  dan seterusnya, untuk mencari dan menguji mana yang paling manjur dan terbukti mendatangkan khasiat-khasiat yang diimpikan.

Kita yang demikian,
Dalam diri kita, biasanya jauh dari kata rela dan pasrah pada Tuhan. Hati kita tidak bisa tunduk menyerahkan diri pada Tuhan. Karena gejolak api hawa nafsu selalu berkorbar dalam diri kita. Selalu krasak krusuk cari ini cari itu coba ini dan coba itu untuk memuaskan ambisi demi ambisi kita. Itulah perangkap yang mendinding diri kita dengan Tuhan. Hasilnya adalah rasa gelisah yang tak pernah berakhir. Dan hakikatnya, itulah yang dimaksud dengan siksaan nereka dunia yang teramat pedih.

Padahal Tuhan sudah mengingatkan dalam Al-Quran:

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.    Ingatlah, bahwa hanya dengan banyak mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS Ar-Ra'd : 28)

Ingat Allah maksudnya bukan membaca kata-kata Allah atau kalimat dzikir lainnya. Baik secara lisan maupun dalam hati. Tapi adalah, hati selalu merasakan kehadiran Tuhan sedang melakukan apapun. Atau selalu merasa dilihat dan diawasi oleh Tuhan. Intinya bathin selalu terhubung dengan Tuhan, meskipun tangan dan kaki tak pernah henti bekerja. Ada kesadaran yang melekat dalam diri, bahwa hakikat hidup ini, sesungguhnya adalah sebuah perjalanan menuju dan kembali pada Tuhan. Tanpa berharap ganti rugi apapun.

Intinya nyawa dzikir itu bukan pada kata, nama, istilah, lafaz, ucapan dan suaranya. Bukan artinya semua itu salah atau tidak boleh. Tapi fokus hati kita bukan pada semua itu. Tapi adalah, pada gumam dan gerak hati yang selalu nyambung, lekat dan rindu pada Tuhan dibalik semua itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Rokok Tidak Membatalkan Puasa karena Tidak Mengenyangkan?

  Rokok memang tidak mengenyangkan. Tapi yang membatalkan puasa, bukan hanya sekedar hal-hal yang mengenyangkan. Banyak hal yang tidak mengenyangkan, juga bisa membatalkan puasa. Contohnya bersetubuh dengan lawan jenis. Dan masih banyak contoh lainnya. Inti dari puasa, secara hakikatnya adalah, menahan hawa nafsu. Apapun bila itu adalah untuk memuaskan hawa nafsu, maka itu bisa membatalkan puasa. Justru itu tujuan utama dari puasa. Latihan menahan hawa nafsu dari imsak sampai waktu berbuka. Bahkan meskipun kita tidak makan dan minum apapun, tapi dalam hati, kita begitu ingin untuk makan atau minum, sambil mengeluh betapa lelahnya menahan diri, sekaligus terbetik keinginan untuk melepaskan selera itu sepuas-puasnya jika waktu berbuka tiba, maka itu hakikinya nafsu kita masih bergojolak. Kebetulan secara syariatnya, puasa kita tetap sah alias tidak batal. Tapi pahala puasanya, menjadi tiada. Itu yang dimaksud dengan yang kita dapatkan selama puasa, hanya sekedar menahan haus da...