Banyak bicara maksudnya, kita bicara sudah melampaui kewajaran.
Sudah jauh melampaui batas. Dibutuhkan 1 alinea, tapi kita ngerocos terus
hingga 3 alinea bahkan lebih. Tidak ada orang yang bertanya atau orang pada
diam, kita bicara sendiri tentang apapun. Yang diomongkan tidak penting, tapi
kita tetap berkicau sendiri tanpa peduli orang tertarik atau tidak. Bahkan
meskipun air muka orang tidak nyaman saat kita bicara, atau bahasa tubuh orang sudah
gelisah, kita tetap melaju tanpa peduli.
Intinya kita seperti radio rusak yang terus brisik sendiri
tiada henti. Walaupun orang sudah menyindir kita, kita tidak peka. Bahkan sudah
dicegah orang secara terang-terangan, kita tetap tak peduli. Bahkan kita juga
membela diri dengan berbagai dalil atau alasan. Atau justru memarahi orang yang
melarang kita.
Nah kita yang seperti itu, cepat lambat akan menerima
akibatnya tanpa kita sadari. Karena efek dari banyak bicara seperti itu, kita
akan menjadi orang yang bebal. Tidak peka dengan berbagai situasi. Kepekaan
psikologis kita terhadap orang lain akan jadi tumpul. Kita akan jadi orang
bermuka tembok. Tidak tahu malu. Tanpa kita sadari kita akan jadi ceroboh, latah,
sembarangan, lancang, emosional, kasar, egois, merasa benar dan mau menang
sendiri.
Seganteng dan secantik apapun paras kita, atau semacho dan seseksi apapun tubuh
kita, bahkan meskipun kita orang kaya dan orang berprestasi, tapi jika kita
seperti itu, maka semua itu akhirnya akan tampak jelek bagi orang. Daya pikat
kepribadian kita akan pudar. Kita akan tampak tidak berharga. Remeh dan sampah.
Karena wajah rohani kita kusam. Tidak elok dan tidak mengundang simpati.
Efeknya tanpa kita sadari banyak orang akhirnya akan bosan,
muak, antipati bahkan bisa benci dengan kita. Baik secara diam-diam maupun
secara terang-terangan mengatakannya pada kita. Yang bereaksi seperti itu tidak
hanya teman, tapi juga bisa orang-orang dekat kita sendiri seperti orang tua,
saudara bahkan anak dan pasangan hidup kita sendiri.
Nah contoh orang yang seperti itu adalah saya sendiri. Dengan kebiasaan buruk seperti itu, justru saya merasa mantap dan merasa hebat sendiri. Padahal sudah banyak yang menyindir saya. Bahkan dengan nada sinis. Tapi saya tetap tak peduli dan tetap merasa yakin bahwa tipologi orang seperti saya ini sudah tepat bahkan mantap. Justru mereka yang tidak setuju dengan tipologi saya yang saya cap tidak beres.
Baru itu saya sadari sebagai kebiasaan buruk, ketika kemudian prilaku seperti itu juga terjadi pada isteri saya sendiri, yang sebelumnya dirinya kalem dan feminim. Saya benar benar muak dan benci setiap mendengar mulut isteri saya ngerocos terus tiada henti. Maka disaat itulah saya jadi tersadar tentang diri saya. Saat itulah jadi terbayang bagaimana membosankan dan menyebalkannya diri saya bagi banyak orang tanpa saya sadari. Saya jadi malu sendiri, bahkan merasa jijik dengan diri saya sendiri.
Sejak saat itulah saya mulai belajar hemat bicara. Dan ternyata juga tidak mudah. Karena kebiasaan itu sudah melekat lama dalam diri saya. Akibatnya jarang saya berhasil melakukannya. Misalnya diawal percakapan saya bisa mengendalikan diri. Tapi setelah percakapan berlangsung beberapa putaran, saya kembali lagi lepas kendali. Setelah usai, baru saya sadar lalu jadi sibuk menyesali diri dalam hati. Begitulah seterusnya setiap terjadi percakapan dengan siapapun.
Baru kebiasaan itu berhasil saya atasi, setelah saya ditolong oleh Tuhan. Ditolong Tuhan maksudnya, setelah saya dapat petunjuk dari Tuhan. Setelah karena berbagai tragedi menimpa diri saya, lalu akhirnya secara tiba-tiba saya disentak oleh hidayah dari Tuhan. Jadi timbul kesadaran iman di hati saya, yang sebelumnya saya sudah belasan tahun Atheis meskipun KTP saya Islam.
Sejak saat itu,
Saya jadi enggan sendiri banyak bicara. Jika tidak terlalu penting, saya lebih
memilih diam dari pada bicara. Bahkan yang saya tergerak untuk bicara, jika
topiknya tentang agama, iman dan Tuhan. Lain dari itu mulut saya serasa
terkunci sendiri tanpa dapat saya lawan. Walaupun diam diam saya juga sadar
bahwa itu juga sudah keterlaluan. Karena jatuhnya saya sudah kategori sangat pelit
bicara.
Kesimpulan saya,
Orang pendiam, memang butuh banyak latihan agar bisa berani dan lincah bicara.
Tapi setelah dia lincah banyak bicara, justru dia butuh latihan lebih keras
lagi untuk bisa kembali menjadi orang yang hemat bicara.
Komentar
Posting Komentar