Langsung ke konten utama

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

 

Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat

Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat.

Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut.

Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara yang dilakukan oleh tubuh. Sedang agama di level hakikat, adalah penjiwaan dari apa yang dilakukan oleh tubuh. Atau bathinisasi yang terjadi saat melakukan semua syarat dan rukun tersebut. Singkatnya syariat itu dimensi Islam dari agama, sedang hakikat itu dimensi ihsan dari agama. Dimensi islam melekatnya pada zahir sedang dimensi ihsan melekatnya pada qalbu atau hati.

Ketika kita sholat, melakukan semua gerakan dan melafaskan bacaannya, itu baru dimensi tubuh. Baru dimensi zahir. Baru sekedar dimensi yang terindera. Dimensi yang terlihat dan dimensi yang terdengar. Itu yang dimaksud dengan agama di level Islam. Tapi bagaimana itikad bathin saat melakukannya, apa yang dirasakan hati saat melakukannya, bagaimana penjiwaan saat melakukannya, maka itu adalah dimensi ihsan dari agama.

Karena itulah setiap ibadah itu mengandung 2 dimensi: Zahir dan bathin. Jika hanya zahir, maka nasibnya sama dengan rangka mobil tanpa mesin. Mobilnya tak akan bisa hidup apalagi jalan. Sedang mesin tanpa rangka, itu mustahil. Karena yang namanya mesin, butuh wadah. Butuh saluran.

Karena itulah keduanya harus kawin secara serentak. Syariat dengan hakikat harus jalin berkelindan. Hanya melakukan ibadah secara zahir, tak ada bedanya dengan olah raga biasa. Menyebut-nyebut nama Tuhan tanpa kehadiran hati, sama artinya dengan senam lidah. Praktek agama yang seperti itu, tak akan memberi bekas pada kepribadian. Tak akan mengubah adab dan ahklak pelaku terhadap Tuhan dan sesamanya. Dan sekaligus yang akan dirasa juga tidak akan ada. Hanya penat dan malas. Pelaku tak kan mengecap manisnya iman. Tak kan pernah merasakan kelezatan secara spiritual.

Tapi jika hanya sebatas itikad bathin, jadi terjebak pada ngawur. Hanya mabok dengan angan-angan sendiri. Pelaku akan madzub. Menjadi gila tak sadarkan diri.

Yang terjebak hanya pada syariat, biasanya kaum pemuja Fiqh. Wajah agama yang mereka bayangkan, adalah kumpulan hukum peradilan. Tumpukan salah benar, halal haram, pahala dosa dan sorga neraka. Mulut mereka tak pernah henti bicara tentang itu. Sibuk melakukan ritual untuk mengumpulkan pahala, dan sekaligus berbusa busa menghakimi orang dengan semua itu. Sementara sentuhan kejiwaannya, tak ada. Agama hanya jadi kalkulator dan bahan debat. Sebatas jeruji hukum ketok palu yang kering, kasar bahkan kadang juga bringas. Kosong dari kehadiran Tuhan dalam hati.

Sedang yang terjebak hanya pada melulu hakikat, biasanya adalah kaum pemuja Tasawuf dan aliran-aliran kebathinan. Disebut pemuja, karena mereka terjebak menggunakan agama sebagai untuk 2 kepentingan. Pertama untuk menolak syariat karena malas, dan kedua untuk gagah-gagahan dengan berbagai kebolehan mistik. Yang pertama menggunakan hakikat sebagai kedok agar bebas dari tuntunan syariat, sedang yang kedua menggunakan hakikat untuk mengejar kebanggaan dan keonaran dengan mengumpulkan keanehan-anehan secara spiritual. Kasarnya, perdukunan yang dicap sebagai agama.

Kedua pelaku tersebut, baik ekstremis syariat maupun ekstrimis hakikat, dari dulu sampai sekarang, tak pernah henti saling merasa benar dan saling menjulurkan lidah.

Lalu adakah jalan keluar dari kedua jebakan itu?

Apalagi jawabannya kalau bukan kembali pada Al Quran, dan meneladani prakteknya pada pribadi Muhammad Rasulullah. Nabi Muhammad itulah model paling sempurna dalam mempraktekkan agama Tuhan.  Yang paling presisi dari semua umat manusia bahkan para Nabi sebelumnya. Potret Insan Kamil yang menjadi contoh bagi siapapun yang ingin menempuh jalan keselamatan. Baik secara syariat apalagi hakikat. Baik dimensi Islamnya apalagi dimensi ihsannya.

Nabi Muhammad itulah hamba Tuhan yang paling makrifah. Dan dia jugalah utusan Tuhan yang paling syariah. Semua dimensinya, lengkap sudah pada dirinya secara seimbang. Tidak berat kekiri dan tidak berat ke kanan. Tepat pada porsi dan komposisinya. Padahal di zamannya, belum ada apa yang disebut sebagai Fiqh, Tasawuf dan aliran apapun dalam Islam. Bahkan Al-Quran sebagai sebuah kitab tertulis seperti sekarang, Juga belum ada. Apalagi hadits. Yang ada hanya, wahyu otentik yang diterimanya langsung dari Tuhan. Lalu praktek hidup yang sejalan dengan wahyu tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Rokok Tidak Membatalkan Puasa karena Tidak Mengenyangkan?

  Rokok memang tidak mengenyangkan. Tapi yang membatalkan puasa, bukan hanya sekedar hal-hal yang mengenyangkan. Banyak hal yang tidak mengenyangkan, juga bisa membatalkan puasa. Contohnya bersetubuh dengan lawan jenis. Dan masih banyak contoh lainnya. Inti dari puasa, secara hakikatnya adalah, menahan hawa nafsu. Apapun bila itu adalah untuk memuaskan hawa nafsu, maka itu bisa membatalkan puasa. Justru itu tujuan utama dari puasa. Latihan menahan hawa nafsu dari imsak sampai waktu berbuka. Bahkan meskipun kita tidak makan dan minum apapun, tapi dalam hati, kita begitu ingin untuk makan atau minum, sambil mengeluh betapa lelahnya menahan diri, sekaligus terbetik keinginan untuk melepaskan selera itu sepuas-puasnya jika waktu berbuka tiba, maka itu hakikinya nafsu kita masih bergojolak. Kebetulan secara syariatnya, puasa kita tetap sah alias tidak batal. Tapi pahala puasanya, menjadi tiada. Itu yang dimaksud dengan yang kita dapatkan selama puasa, hanya sekedar menahan haus da...