Langsung ke konten utama

Sekilas Maqom Ridho pada Allah: Apa Maksudnya?

Jika kita sudah sampai pada maqom ridho, maka tak satupun dari kenyataan hidup yang boleh kita keluhkan, kita tolak apalagi kita benci. Karena apapun yang terjadi, pada hakikatnya adalah tajali atau penampakkan dari perbuatan Tuhan. Itu yang dimaksud dengan Tauhid Af’al, yang artinya, hanya Allah yang bisa berbuat. Dialah satu-satunya yang bisa berkehendak dan mewujudkan diri dalam bentuk apapun.

Itu berarti, manusia dan apapun, bukanlah pelaku atas perbuatannya sendiri. Tapi adalah perpanjangan tangan dari perbuatan Tuhan tanpa kita sadari. Atau adalah ciptaan dari Tuhan. Walaupun secara zahir, yang kita amati, yang berbuat adalah diri kita sendiri atau mahkluk. Tapi secara hakikatnya, yang kita lihat itu, hanya bersifat majasi. Bukan yang sebenarnya.

Karena itulah mengeluhkan, apalagi menolak apapun, sama artinya dengan mengeluhkan atau menolak perbuatan Tuhan. Dan itu adalah syirik. Syirik khafi. Syirik halus. Meyakini bahwa ada sesuatu selain Tuhan yang bisa berbuat.  Menduakan Tuhan dari segi perbuatanNya. Kita terjebak merasa mampu untuk berbuat. Padahal hakikinya yang berbuat bukanlah diri kita. Kita pada dasarnya tak punya daya upaya apapun terhadap diri kita sendiri. Kecuali atas kehendak dan pertolongan Tuhan.

Karena itu merasa mampu berbuat itu adalah sebuah kesombongan secara bathin. Dimensi kehambaan kita jatuhnya sudah bocor. Yang namanya hamba, laksana robot yang disetir. Manusia adalah robot Tuhan. Dan Tuhan adalah tukang remootnya. Sehingga yang bisa dilakukan oleh Si Robot, hanya menerima pasrah apapun yang diperlakukan terhadap dirinya. Manusia, hanya bisa rela pasrah pada segala kehendak dan perbuatan Tuhan. Sabar dengan segala ujian dan cobaan, lalu bersyukur jika diberi kemudahan dan kelapangan. Sikap seperti itulah yang disukai Tuhan terhadap para hambaNya.

Ketika kesadaran seperti itu sudah merasuk kedalam diri kita, lalu juga sudah kita praktekkan dalam hidup keseharian kita, maka itulah yang disebut dengan ridho. Rela atas apapun yang dikehendaki Tuhan terhadap diri kita. Tak ada lagi keluh kesah. Tak ada lagi ingin minta ini minta itu pada Tuhan. Jadi malu pada Tuhan. Yang ada hanya penerimaan total. Benar benar menyerahkan diri sepenuhnya atau tawaqal pada Tuhan.

Kita percaya bahwa apapun yang diberikan Tuhan untuk kita, adalah yang terbaik. Karena apapun dari Tuhan, tak pernah ada cacatnya. Perbuatan Tuhan itu Maha Sempurna. Jika dimata kita sebagai manusia tampak tak sempurna,  itu disebabkan karena keterbatasan pandangan atau kebodohan kita sendiri dalam melihat atau memahaminya. Lalu disisi lain juga karena tuntutan hawa nafsu kita sendiri, yang maunya adalah, apapun yang terlihat indah, asyik, mudah dan terasa enak. Tanpa menyadari bahwa dibalik semua yang kita kira asyik dan  enak, tersembunyi banyak masalah dan kegelapan dibaliknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Rokok Tidak Membatalkan Puasa karena Tidak Mengenyangkan?

  Rokok memang tidak mengenyangkan. Tapi yang membatalkan puasa, bukan hanya sekedar hal-hal yang mengenyangkan. Banyak hal yang tidak mengenyangkan, juga bisa membatalkan puasa. Contohnya bersetubuh dengan lawan jenis. Dan masih banyak contoh lainnya. Inti dari puasa, secara hakikatnya adalah, menahan hawa nafsu. Apapun bila itu adalah untuk memuaskan hawa nafsu, maka itu bisa membatalkan puasa. Justru itu tujuan utama dari puasa. Latihan menahan hawa nafsu dari imsak sampai waktu berbuka. Bahkan meskipun kita tidak makan dan minum apapun, tapi dalam hati, kita begitu ingin untuk makan atau minum, sambil mengeluh betapa lelahnya menahan diri, sekaligus terbetik keinginan untuk melepaskan selera itu sepuas-puasnya jika waktu berbuka tiba, maka itu hakikinya nafsu kita masih bergojolak. Kebetulan secara syariatnya, puasa kita tetap sah alias tidak batal. Tapi pahala puasanya, menjadi tiada. Itu yang dimaksud dengan yang kita dapatkan selama puasa, hanya sekedar menahan haus da...