Langsung ke konten utama

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan.

Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain.

Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu.

Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari teman-teman saya sendiri. Baik teman dunia nyata, maupun teman online yang sebelumnya pernah mengagumi dan memuja-muja saya.

Lama-lama akhirnya saya merasa tak nyaman. Perasaan saya campur aduk. Antara sedih, kesal, kecewa, dan sekaligus juga mual dengan diri saya sendiri. Kenapa saya membagikan semua renungan dan munajat itu pada sembarang tempat. Lalu disisi lain, secara kejiwaan, saya akui diam-diam saya terjebak berharap tepuk tangan dan sanjungan dari mereka yang membaca. Padahal itu adalah kebocoran secara spiritual. Saya terjebak pada dosan bathin yang bernama riya.

Tapi disisi lain, karena saya hobi menulis, dan sekaligus letupan-letupan renungan spiritual itu terus ada, jadi terpikir untuk menyalurkannya bukan di Sosmed lagi. Bukan dibagikan secara sengaja pada orang orang yang mengenal saya. Jadi terpikir untuk menuliskannya di Blog seperti ini. Yang akan membaca, hanya siapa yang kesasar. Hanya siapa yang benar benar berminat dengan tujuan yang sama. Dalam hal ini spiritualitas. Khususnya spiritualitas Islam.  

Lalu kenapa nama blog ini saya gunakan Wasilun? Kenapa bukan nama saya? Atau nama apapun dimana itu bisa ditebak adalah saya? Jawabannya karena tujuan saya bukan untuk membangun nama. Bukan untuk mencari popularitas. Justru yang inginkan, saya tak dikenal. Cukuplah yang dikenal adalah renungan dan pengalaman spiritual saya saja. Siapa tahu, ada yang tersentuh, lalu jadi tergerak untuk menempuh jalan yang sama. Yaitu menuju Tuhan.

Karena itulah nama yang paling tepat menurut saya untuk blog ini adalah “salikun”. Yaitu orang yang dalam perjalanan menuju Tuhan. Sebuah proses pendakian spiritual. Tapi sayang nama domain itu tak tersedia. Akhirnya saya terpaksa coba gunakan nama lain dengan arti yang hampir sama. Maka wasilun.com yang tersedia. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Rokok Tidak Membatalkan Puasa karena Tidak Mengenyangkan?

  Rokok memang tidak mengenyangkan. Tapi yang membatalkan puasa, bukan hanya sekedar hal-hal yang mengenyangkan. Banyak hal yang tidak mengenyangkan, juga bisa membatalkan puasa. Contohnya bersetubuh dengan lawan jenis. Dan masih banyak contoh lainnya. Inti dari puasa, secara hakikatnya adalah, menahan hawa nafsu. Apapun bila itu adalah untuk memuaskan hawa nafsu, maka itu bisa membatalkan puasa. Justru itu tujuan utama dari puasa. Latihan menahan hawa nafsu dari imsak sampai waktu berbuka. Bahkan meskipun kita tidak makan dan minum apapun, tapi dalam hati, kita begitu ingin untuk makan atau minum, sambil mengeluh betapa lelahnya menahan diri, sekaligus terbetik keinginan untuk melepaskan selera itu sepuas-puasnya jika waktu berbuka tiba, maka itu hakikinya nafsu kita masih bergojolak. Kebetulan secara syariatnya, puasa kita tetap sah alias tidak batal. Tapi pahala puasanya, menjadi tiada. Itu yang dimaksud dengan yang kita dapatkan selama puasa, hanya sekedar menahan haus da...