Jika kita berharap untuk dimaafkan orang, itu artinya kita tidak tulus untuk minta maaf. Hati kita tidak sungguh-sungguh merasa bersalah dan menyesali kesalahan kita padanya. Kita sebenarnya tidak ingin membersihkan diri. Yang kita inginkan sebenarnya adalah agar diri kita menjadi baik dimata orang tersebut. Singkatnya kita berharap nilai dimata makhluk. Berharap penilaian dari orang lain. Itu sebabnya kita merasa sedih, kecewa bahkan kesal ketika permintaan maaf kita tidak ditanggapi orang.
Suatu
kali pada tanggal 6 Februari 2025 saya kilaf terhadap isteri saya. Saya bertanya
sesuatu padanya. Lalu jawabnya diluar dugaan saya dengan nada meninggi. Maka
refleks saya jadi terpancing. Saya membentaknya sejadi-jadinya. Kata-kata kasar
jadi meluncur dari mulut saya tanpa dapat saya kendalikan, sehingga dia jadi terdiam. Tak bisa bicara
apa-apa.
Sesudahnya, saya merasa tak nyaman. Diam-diam jadi timbul rasa penyesalan di
hati saya. Rasanya saya keterlaluan. Reaksi saya tak setimpal. Berlebihan. Saya
coba untuk menenangkan diri, tidak bisa. Semakin saya ingat, semakin saya
merasa gelisah. Semakin saya tak bisa membenarkan sikap saya.
Maka 1 jam kemudian, saya mendekati isteri saya. Menjulurkan tangan untuk minta maaf. Tapi responnya, acuh tak acuh. Dia tak menoleh sedikitpun pada saya. Tapi saya tetap bertahan menjulurkan tangan. Lama baru disambutnya. Tapi disambut dengan enggan tanpa menoleh. Saya merasa kecewa. Hati saya langsung bergumam ketus. “Oh begitu ya. Saya sudah minta maaf situ malah tak memaafkan. Dasar pendendam”
Rasanya rasa bersalah saya tak terobati. Malah berubah jadi kesal. Sakit hati. Bahkan sempat terbetik di hati saya untuk melakukan aksi balas. Untuk perang tanding saling bertahan. Tapi ketika niat itu saya pasang, hati saya malah tambah gelisah.
Maka
saat itulah tiba-tiba jadi muncul renungan seperti yang saya tulis ini, bahwa yang
terpenting, bukan agar maaf kita diterima. Tapi adalah, benar benar mengakui dalam
hati kita bahwa kita memang salah. Lalu terbesit niat tulus untuk minta maaf.
Soal akan diterima atau tidak, itu sudah lain soal. Justru harapan terhadap
itu, harus kita lupakan. Fokusnya, kita belokkan pada pengakuan dan penyesalan
di hati sendiri. Lalu bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Dan secara umum,
jadi memetik pengalaman yang berharga dari peristiwa itu.
Komentar
Posting Komentar