Langsung ke konten utama

Arti Dibalik Isteri Selalu Ketus, Kasar, Marah-marah dan Tak Peduli Perasaan Suami

Bila isteri wataknya sudah berubah menjadi temperamen, sering marah-marah pada kita dan siapapun, mau ada sebab yang jelas atau tidak, ekspresi mukanya tak lagi sejuk pada kita, mulutnya sering ketus, kasar tanpa pernah lembut atau sentuhan perasaan lagi, maka sadarilah, itu tandanya masa expire  hatinya untuk kita sudah tiba.  

Mau dia kita nasehati, kita sindir, kita ngambeg, kita diam, apalagi kita marahi, pengaruhnya tak kan ada. Jangankan dia akan menangis, yang terjadi malah dia akan berbalik menerkam kita.

Termasuk jika dia kita ancam dengan perceraian pun, air mata cemas dan sedihnya juga tak kan keluar. Paling tinggi yang keluar hanya air mata buayanya.

Singkatnya apapun usaha yang kita lakukan, akan percuma. Nasib kita sama dengan meninju tembok. Semakin kita bernafsu untuk memukulnya, maka kita yang akan semakin terluka dan bernanah. Atau seperti Punguk merindukan Bulan. Mau menghiba-hiba hingga menangis darah pun, dia tetap tak kan peduli apalagi berubah.

Apapun dari diri kita, tak kan ada lagi yang elok dan bisa dihargai, disukai apalagi dikaguminya. Tak satupun lagi yang berarti dari diri kita baginya. Bahkan kita dalam kesusahan, tubuh semakin kurus dan lusuh, roman muka tak pernah gembira, selalu dalam duka, dia juga tak kan peduli. Kalau pun dia peduli, itu juga hanya kepedulian palsu. Sekedar pemanis di permukaan untuk menhindar dari delik.. 

Karena itu tak ada guna lagi kita berharap dia akan kembali seperti sebelumnya. Apalagi berharap kehadiran kita akan  kembali berarti baginya. Tak ada guna menghayal kita akan kembali menjadi pemimpin baginya, menjadi pelindung baginya, menjadi labuhan hati tempat berteduh baginya, apalagi menjadi pribadi pujaannya. Yang akan terus terjadi biasanya, kita akan menjadi orang asing bersamanya. Tamu tak diundang yang tak dilirik sebelah mata pun. Bahkan bisa lebih parah dari itu: Budak atau sampah yang tak berguna.

Lalu kenapa itu bisa terjadi?

Inti sebab dari semua itu adalah,
Kita sudah tak ada lagi di hatinya. Terserah apa sebabnya. Mau sebab itu meyakinkan atau tidak, bahkan mau tanpa sebab sekalipun, yang jelas, kita sebagai suaminya, sudah terblokir di hatinya. Masa berlaku segalanya sudah berakhir di hatinya.

Karena itulah sibuk merenung, mencari solusi, uji coba berbagai cara, tak kan berguna. Yang terjadi biasanya kita hnya akan semakin tersiksa semakin dalam. Neraka dunia yang sangat pedih.

Jika kita termasuk orang yang beruntung, maka hati kita akan terpanggil untuk menyerahkan diri pada Tuhan tanpa dapat kita bendung. Lalu sujud tunduk berlinang air mata di sajadah. Dibuka Tuhan mata hati kita. Akan jadi tersadar diri kita, ternyata itulah hikmah dibalik semua itu, bahwa kita sudah begitu lama melupakan Tuhan. Yang ada di hati kita melulu hanya isteri kita. Hanya rumah tangga kita. Kita sibuk cari uang, bekerja dan mengabdikan diri hanya untuk anak isteri kita. Tanpa kenal waktu. Di hati kita tak pernah ada Tuhan. Walaupun sebelumnya kita tetap Sholat dan ibadah lainnya, tapi semua itu tak pernah merasuk di hati kita.  Kita melakukannya hanya sekedar bayar hutang ritual dengan kejar tayang. Atau untuk curi muka di hadapan orang lain.

Jika  kita jadi tersadar seperti itu, maka semua kepedihan itu akan berubah menjadi manis. Ternyata semua itu adalah rahmat Tuhan dengan wajah terbalik. Sebuah pengantar hidayah atau petunjuk Tuhan untuk diri kita. Dengan cara itulah Tuhan menggiring kita agar bisa kembali padaNya. Dengan siksaan yang teramat pedih lewat isteri kita.

Kita yang seperti itu, sesungguhnya adalah orang yang beruntung. Karena sudah mendapat petunjuk dari Tuhan. Tak semua orang diselamatkan Tuhan dari masalah pelik seperti itu. Banyak orang tetap dibiarkan Tuhan terombang ambing dalam kegelapan seperti itu hingga dirinya remuk tak tentu arah dan tiada ujung.

*) Sumber: Pengalaman pribadi

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebab dan Tujuan Saya Membuat Blog Wasilun Ini

Sejak saya masuk Islam, akhir Mei 2024, saya sering menuliskan renungan dan munajat spiritual saya di Sosmed seperti Facebook dan WhatsApp. Saya sebut masuk Islam, bukan berarti sebelumnya saya beragama lain. KTP saya sejak lahir Islam. Tapi seingat saya sejak tahun 2000-an, kesadaran saya sudah atheistik. Tak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baru pada akhir Mei 2024 itu, secara tiba tiba diluar dugaan saya, saya benar benar meyakini bahwa Tuhan itu ada. Dan bahwa Nabi Muhammad itu benar benar utusan Allah. Itu disebabkan oleh pengalaman yang sangat tragis dalam hidup saya. Tentang ini saya tulis pada postingan lain. Intinya saya akui, bahwa saya baru benar benar syahadat dari hati saya, adalah saat itu. Maka sejak saat itu, setiap usai Sholat hingga menangis, saya sering menuliskan renungan dan munajat saya di Facebook dan WhatsApp. Tapi respon orang, tak seperti yang saya bayangkan. Umumnya datar alias tak menggubrisnya. Bahkan saya juga jadi bahan cibiran dan bullyan dari tem...

Syariat dan Hakikat: Mana yang Benar?

  Solusi Perkelahian Abadi Agama Syariat dan Agama Hakikat Ini adalah perkelahian abadi. Dari dulu sampai sekarang tak pernah usai. Bahkan sampai nanti. Karena keduanya adalah 2 sisi yang berbeda. Persis seperti minyak dengan air. Perkelahian Agama Syariat dengan Agama Hakikat. Syariat itu dimensi zahir sedang hakikat itu dimensi bathin. Syariat itu dimensi tubuh sedang hakikat itu dimensi jiwa. Syariat itu dimensi materi sedang hakikat itu dimensi roh. Syariat itu dimensi fisika sedang hakikat itu dimensi metafisika. Syariat itu dimensi teknis sedang hakikat itu dimensi prinsipil. Syariat itu dimensi partikular (juziyat) sedang hakikat itu dimensi universal (kulliyat). Syariat itu dimensi yang terukur, terbatas dalam ruang dan waktu. Sedang hakikat itu dimensi abstrak yang tak terdefinisikan melampaui ruang dan waktu atau tanpa batas. Syariat itu dimensi relatif sedang hakikat itu dimensi Absolut. Agama di level syariat, adalah syarat dan rukunnya. Seabrek tata cara ya...

Rokok Tidak Membatalkan Puasa karena Tidak Mengenyangkan?

  Rokok memang tidak mengenyangkan. Tapi yang membatalkan puasa, bukan hanya sekedar hal-hal yang mengenyangkan. Banyak hal yang tidak mengenyangkan, juga bisa membatalkan puasa. Contohnya bersetubuh dengan lawan jenis. Dan masih banyak contoh lainnya. Inti dari puasa, secara hakikatnya adalah, menahan hawa nafsu. Apapun bila itu adalah untuk memuaskan hawa nafsu, maka itu bisa membatalkan puasa. Justru itu tujuan utama dari puasa. Latihan menahan hawa nafsu dari imsak sampai waktu berbuka. Bahkan meskipun kita tidak makan dan minum apapun, tapi dalam hati, kita begitu ingin untuk makan atau minum, sambil mengeluh betapa lelahnya menahan diri, sekaligus terbetik keinginan untuk melepaskan selera itu sepuas-puasnya jika waktu berbuka tiba, maka itu hakikinya nafsu kita masih bergojolak. Kebetulan secara syariatnya, puasa kita tetap sah alias tidak batal. Tapi pahala puasanya, menjadi tiada. Itu yang dimaksud dengan yang kita dapatkan selama puasa, hanya sekedar menahan haus da...