Yang
dimaksud rasa iman, bukan hanya sekedar percaya secara intelektual berdasarkan
logika berpikir. Apalagi sekedar diucapkan oleh mulut. Tapi adalah, benar benar
terasa di hati. Benar benar merasuk di lubuk hati yang paling dalam. Bahwa
Tuhan itu ada. Bahwa segala yang ada adalah hasil ciptaan dan pengaturan dari Tuhan.
Lalu setelah mati, semua manusia akan kembali menghadap pada Tuhan untuk mempertanggungjawabkan apapun yang
dilakukannya selama hidupnya di dunia. Dan segala lika liku niat hatinya dalam
dada.
Rasa seperti itu, benar benar hadir dan menguasai diri seseorang.
Sehingga efeknya jadi mengubah itikad bathin dan prilakunya dalam hidup
kesehariannya.
Nah apakah rasa seperti itu bisa dicapai dengan ikhtiar atau usaha? Atau itu baru bisa terjadi semata-mata hanya karena pemberian dari Tuhan?
Banyak ceramah, kotbah, diskusi dan omong omong dalam
keseharian, iman itu adalah sebuah tindakan sengaja oleh manusia itu sendiri alias
berkat usaha seseorang. Tanpa sengaja mengusahakannya, siapapun tak kan bisa
untuk beriman. Artinya iman itu adalah bersifat free will. Kehendak bebas
siapapun yang menginginkannya.
Tapi pertanyaannya,
Benarkah setiap orang yang telah mengusahakannya benar benar telah merasakan
iman itu di hatinya?
Jika iya,
kenapa hanya sedikit orang yang merasakan iman itu dalam hatinya? Padahal
mereka telah bersusah payah untuk mendapatkannya? Tapi tak pernah terasa lekat di
hatinya bahkan tak pernah hadir sama sekali?
Atau
lagi, jika iya, kenapa sikap dan prilaku banyak orang yang sudah berusaha untuk
itu sama sekali tak menggambarkan sikap dan prilaku orang yang beriman? Kenapa
meskipun tubuh zahirnya rajin beribadah dan lidahnya rajin mengucapkan kalimat
dzikir, tapi akhlaknya tetap sama dengan orang yang tidak melakukan semua itu? Kenapa
mereka tetap gila dunia dan akhlaknya tidak mulia? Kenapa mereka tetap iri,
dengki, ujub, takjub, tomak dan takabur?
Lalu disisi lain,
Kenapa ada orang yang sebelumnya kerjanya hanya sibuk krasak krusuk mengejar
dunia maupun bergelimang maksiat, tanpa pernah terpikir tentang Tuhan atau
agama sama sekali, tahu tahu secara tiba
tiba mendadak dia jadi taat pada Tuhan dan sikap serta prilakunya jadi berubah
dari sebelumnya? Dan orang yang seperti itu tidak hanya ada dalam sejarah, tapi
juga terjadi di sekeliling kita.
Banyak ayat dalam Al Quran menggambarkan bahwa kedua
kondisi itu memang ada. Bahwa iman itu sebuah pilihan manusia iya dan sekaligus
sebagai sebuah pemberian dari Tuhan juga iya. Mereka yang tak mau beriman (atas
usaha mereka sendiri), dinyatakan sebagai orang yang dikutuk oleh Tuhan. Dan
mereka yang diberi petunjuk oleh Tuhan (sebagai pemberian), disebut sebagai
orang yang beruntung. Dan orang yang tak mendapatkannya, disebut sebagai orang
yang merugi.
Jadi yang benarnya yang mana?
Apakah rasa iman itu hasil usaha atau hanya
pemberian dari Tuhan?
Begitulah karakter logika berpikir. Selalu menuntut koherensi logis yang tertutup.
Segala sesuatu harus ada algoritmanya secara matematis. Jika A benar maka B
salah. Begitu juga sebaliknya. Itulah cara berpikir sistemik. Ada sebuah alur
sistem. Sedang Tuhan, tak bisa dikalkulasi dengan apapun. Dia otonom dari
apapun. Tidak bisa diciutkan menjadi sebuah rumus atau model berpikir apapun.
Semakin manusia mengejar dan membangun prinsip yang bisa merangkum segalanya
dari berbagai sisi, maka semakin menganga berbagai celah.
Sebabnya sederhana,
Karena dunia spiritual, dunia agama, atau
soal iman, bukan wilayah berpikir. Tapi adalah dunia rasa. Dunia bathin.
Dimensi ruhani. Dan rumus yang bisa bekerja untuk itu, adalah rahasia Tuhan. Tak
kan pernah bisa dipahami manusia sampai tuntas. Paling tinggi hanya seolah olah
tuntas.
Tuhan bisa menjadikan segala sesuatu dengan sebab, dan sekaligus juga bisa tanpa sebab sama sekali. Dia bisa berbuat sekehendakNya. Apapun tak ada yang bisa membatasiNya.
Karena seorang hamba rajin berusaha dan mendekatkan diri
padaNya dengan berbagai cara, akhirnya bisa juga mendapatkan rasa iman. Tapi
sekaligus juga tidak. Dan siapapun yang tak pernah mengusahakannya, juga bisa
mendapatkan rasa iman, karena kemurahan Tuhan, dia akhirnya diberi Tuhan petunjukNya.
Itu artinya,
Segala yang dipikirkan, direnungan dan dibayangkan manusia, akan tetap tidak
pernah mencapai kepastian. Sejauh-jauh berpikir dan berusaha, tetap berakhir
dengan tanda tanya besar.
Hikmah dibalik semua itu adalah, hanya pada Tuhanlah adanya kepastian tentang apapun. Selain dariNya, hanya tumpukan dugaan dan kesia-siaan. Maka disitulah relevansinya bahwa akhirnya, manusia harus rela pasrah pada Tuhan. Harus ridho pada apapun yang Tuhan mau. Orang-orang seperti itulah yang dalam Al Quran disebut sebagai orang-orang yang berserah diri pada Tuhan. Dan itulah orang-orang yang selamat.
Komentar
Posting Komentar